Kekeliruan yg lazim terjadi dalam memahami Generasi Digital adalah:
(1). Digital dipersepsi sekadar tentang Teknologi. Terkait Algoritma, Artificial Intelligence, Otomasi-Robotika, atau kecanggihan teknik manipulasi animasi.
(2). Digital dikira sekadar soal migrasi-transformasi dari lansekap offline (analog-konvensional) ke dimensi online (digital).
(3). Makanya, cara Generasi usia sepuh (Baby-Boomer & X) memahami Gen Digital, kebanyakan hanya berfokus pada aspek platform-gadget.
Padahal, digital adalah tentang perubahan cara Gen Z & Y mengidentifikasi-memaknai dirinya, di lingkungan-ekosistem baru.
Artinya, digital bukan sekadar soal medium-format-platform. Atau forum tempat mereka berkerumun.
Padahal, digital adalah terkait concern-belief-mindset mereka, terhadap ekosistem di sekitarnya. Dan itu mempengaruhi attitude-habit-behavior Gen Z & Y.
Padahal, digital adalah tentang cara mengelola (mencari-mengolah-berbagi) informasi dari sekelilingnya. Artinya, itu tentang proses decision making. Bukan sekadar option-choice, yg disediakan utk dipilih.
Akibat kesalah-pahaman tersebut:
(1). Pemaknaan online connection-interaction, umumnya bersifat dangkal. Bahkan sesat.
(2). Digital, dikira soal “tempat” dan “cara-keterampilan bergaul” yg baru.
Tak heran, banyak Generasi sepuh, yg belakangan mendadak memaksakan mengemas dirinya, menjelma ke dlm format-identitas baru. Demi se-olah2 dirinya dianggap mewakili-memahami-piawai soal Gen Zellennial-Millennial.
(3). Akibatnya, membanjiri platform dan gadget dengan pesan2 propaganda (yg masih ber-mindset konvensional tapi dikemas secara digital), dianggap cara yg efektif memikat-menaklukkan hati Gen Z & Y.
Forum debat Cawapres Jumat 22 Desember 2023 lusa, bisa menjadi ukuran indikator petunjuk:
Seberapa paham, para calon pemimpin harapan anak muda ke depan, benar2 paham Gen Z dan Y.
#AtlasBehavioralScience
#BehavioralSciencePaten